AAA – Bawi Kuwu merupakan anak dari pembekal desa yang tinggal di tepi sungai Rungan, Kelurahan Mungku Baru yang sekarang bernama Ratu Kumala.
Menurut sejarah, Bawi Kuwu meninggal karena dimakan oleh buaya dan tulangnya disemayamkan di sandung ini. Tiang sandung yang terletak di Kelurahan Mungku Baru ini merupakan salah satu indikasi adanya permukiman pada masa lalu di tepi sungai Rungan.
Konon sekitar abad ke-18, di sebuah kampung sekitar pertengahan aliran Sungai Rungan tepatnya di Kelurahan Mungku Baru, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Diceritakan bahwa tinggallah Bawi Kuwu dan kedua orang tuannya. Ketika beranjak dewasa wanita cantik itu dilarang orang tuannya untuk keluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar dengan dikawal dayang-dayang yang setia mengawal dan menjaga hingga bertahun-tahun lamanya.
Pada suatu ketika, kedua orangtua Bawi Kuwu ingin pergi keladang lalu berpesan kepada dayang-dayang untuk menjaga anak kesanyangan mereka itu di dalam rumah. Tidak lama setelah kedua orangtuannya itu pergi, tiba-tiba Bawi Kuwu merasakan kepanasan dan ingin madi di Sungai Rungan yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka, tentu para dayang yang mengawal Bawi Kuwu melarangnya untuk keluar rumah, apalagi untuk pergi sendiri ke sungai.
Lalu dayang-dayang itu mengambilkan air kesuangai Rungan untuk memandikan Bawi Kuwu di dalam rumah, tetapi keinginan dari para dayang itu ditolaknya dan tetap bersikeras untuk pergi sendiri kesuangai itu. Suasana hampir tidak terkendali tetapi akhirnya para dayang berhasil mencegah keinginan Bawi Kuwu tersebut.
Selang beberapa lama kemudian, rupanya perlakuan dari para dayang itu malah membuat Bawi Kuwu merasa penasaran. Setelah melihat situasi aman dan lepas dari pengawalan, Bawi Kuwu pergi ke Sungai Rungan dengan diam-diam tanpa ada yang tahu.
Sesampainya di tepi sungai, tepatnya diatas Lanting (rakit dari kayu dalam bahasa suku dayak) kejadian naas menimpa gadis cantik itu. Tiba-tiba buaya besar muncul ke permukaan air dan menyambar Bawi Kuwu yang belum sempat mandi di sungai itu, lalu membawannya ke sarangnya di dalam sungai. Sementara itu situasi di dalam rumah geger setelah para dayang menyadari bahwa Bawi Kuwu tidak ada didalam kamar.
Kemarahan besar muncul dari kedua orangtua Bawi Kuwu kepada dayang-dayang, karena telah lalai sehingga mereka tidak mengetahui kemana perginya anak kesayangan mereka itu. Lalu hari itu juga mereka memanggil para tokoh adat dan orang-orang yang memiliki kesaktian dari suku dayak.
Tiga hari tiga malam lamanya, mereka mengadakan ritual dalam suku dayak untuk mencari Bawi kuwu, dan pada suatu malam, saudara laki-laki dari Bawi Kuwu bermimpi bertemu dengan Patahu (orang gaib suku dayak) dan memberikan petunjuk bahwa Bawi Kuwu masih hidup dan sekarang berada didalam perut buaya yang telah membawannya itu. Orang gaib itu juga berpesa apabila buaya itu muncul, jangan sekali-kali membunuhnya. Lalu saudarnya itu terbangun dari tidur dan menceritakan tentang mimpinya itu.
Ketika itu juga mereka mencari Pangareran (Pawang buaya dalam bahasa suku dayak), dan tepat pada hari ketiga dalam ritual itu, buaya yang membawa Bawi Kuwu muncul dari Sungai Rungan lalu bergerak menuju daratan. Setelah melihat buaya besar itu datang, tiba-tiba rasa sedih bercampur amarah muncul dari saudara laki-laki Bawi Kuwu. Mungkin karena begitu menyayangi adiknya membuatnya kalap dan lupa akan pesan orang gaib yang menjumpainya didalam mimpi, lalu ia menombak buaya itu sehingga akhirnya mati.
Setelah melihat kejadian itu, mereka langsung membelah perut buaya dengan peralatan seadanya dan mendapati Bawi Kuwu yang juga sudah tidak bernyawa lagi, mati bersama-sama dengan buaya itu. Akhirnya suasana duka menyelimuti seluruh kerabat dan semua yang menyaksikan peristiwa itu.
Kini Sandung tersebut ditempatkan diatas tiang dengan ukuran panjang 3 meret dan berdiameter 0,58 meret. Tiang yang terlihat saat ini bukanlah tiang yang asli, melainkan tiang baru yang dibangun untuk menutupi tiang asli berbahan kayu ulin. Pada tiang terdapat ukiran relief berbentuk buaya dan pada bagian atas tiang ditempatkan sebuah sandung berbentuk miniatur rumah kecil untuk persemayaman orang yang telah meninggal. Tiang sandung atau disebutnya juga dengan tiang pantar dimaksudkan sebagai lambang pohon kehidupan atau batang garing sebagai tangga jalan arwah menuju ke Negeri Lewu Liau.
Menurut sejarah, Bawi Kuwu meninggal karena dimakan oleh buaya dan tulangnya disemayamkan di sandung ini. Tiang sandung yang terletak di Kelurahan Mungku Baru ini merupakan salah satu indikasi adanya permukiman pada masa lalu di tepi sungai Rungan.
Konon sekitar abad ke-18, di sebuah kampung sekitar pertengahan aliran Sungai Rungan tepatnya di Kelurahan Mungku Baru, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah.
sandung bawi kuwu |
Pada suatu ketika, kedua orangtua Bawi Kuwu ingin pergi keladang lalu berpesan kepada dayang-dayang untuk menjaga anak kesanyangan mereka itu di dalam rumah. Tidak lama setelah kedua orangtuannya itu pergi, tiba-tiba Bawi Kuwu merasakan kepanasan dan ingin madi di Sungai Rungan yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka, tentu para dayang yang mengawal Bawi Kuwu melarangnya untuk keluar rumah, apalagi untuk pergi sendiri ke sungai.
Lalu dayang-dayang itu mengambilkan air kesuangai Rungan untuk memandikan Bawi Kuwu di dalam rumah, tetapi keinginan dari para dayang itu ditolaknya dan tetap bersikeras untuk pergi sendiri kesuangai itu. Suasana hampir tidak terkendali tetapi akhirnya para dayang berhasil mencegah keinginan Bawi Kuwu tersebut.
Selang beberapa lama kemudian, rupanya perlakuan dari para dayang itu malah membuat Bawi Kuwu merasa penasaran. Setelah melihat situasi aman dan lepas dari pengawalan, Bawi Kuwu pergi ke Sungai Rungan dengan diam-diam tanpa ada yang tahu.
Sesampainya di tepi sungai, tepatnya diatas Lanting (rakit dari kayu dalam bahasa suku dayak) kejadian naas menimpa gadis cantik itu. Tiba-tiba buaya besar muncul ke permukaan air dan menyambar Bawi Kuwu yang belum sempat mandi di sungai itu, lalu membawannya ke sarangnya di dalam sungai. Sementara itu situasi di dalam rumah geger setelah para dayang menyadari bahwa Bawi Kuwu tidak ada didalam kamar.
Kemarahan besar muncul dari kedua orangtua Bawi Kuwu kepada dayang-dayang, karena telah lalai sehingga mereka tidak mengetahui kemana perginya anak kesayangan mereka itu. Lalu hari itu juga mereka memanggil para tokoh adat dan orang-orang yang memiliki kesaktian dari suku dayak.
Tiga hari tiga malam lamanya, mereka mengadakan ritual dalam suku dayak untuk mencari Bawi kuwu, dan pada suatu malam, saudara laki-laki dari Bawi Kuwu bermimpi bertemu dengan Patahu (orang gaib suku dayak) dan memberikan petunjuk bahwa Bawi Kuwu masih hidup dan sekarang berada didalam perut buaya yang telah membawannya itu. Orang gaib itu juga berpesa apabila buaya itu muncul, jangan sekali-kali membunuhnya. Lalu saudarnya itu terbangun dari tidur dan menceritakan tentang mimpinya itu.
Ketika itu juga mereka mencari Pangareran (Pawang buaya dalam bahasa suku dayak), dan tepat pada hari ketiga dalam ritual itu, buaya yang membawa Bawi Kuwu muncul dari Sungai Rungan lalu bergerak menuju daratan. Setelah melihat buaya besar itu datang, tiba-tiba rasa sedih bercampur amarah muncul dari saudara laki-laki Bawi Kuwu. Mungkin karena begitu menyayangi adiknya membuatnya kalap dan lupa akan pesan orang gaib yang menjumpainya didalam mimpi, lalu ia menombak buaya itu sehingga akhirnya mati.
Setelah melihat kejadian itu, mereka langsung membelah perut buaya dengan peralatan seadanya dan mendapati Bawi Kuwu yang juga sudah tidak bernyawa lagi, mati bersama-sama dengan buaya itu. Akhirnya suasana duka menyelimuti seluruh kerabat dan semua yang menyaksikan peristiwa itu.
Kini Sandung tersebut ditempatkan diatas tiang dengan ukuran panjang 3 meret dan berdiameter 0,58 meret. Tiang yang terlihat saat ini bukanlah tiang yang asli, melainkan tiang baru yang dibangun untuk menutupi tiang asli berbahan kayu ulin. Pada tiang terdapat ukiran relief berbentuk buaya dan pada bagian atas tiang ditempatkan sebuah sandung berbentuk miniatur rumah kecil untuk persemayaman orang yang telah meninggal. Tiang sandung atau disebutnya juga dengan tiang pantar dimaksudkan sebagai lambang pohon kehidupan atau batang garing sebagai tangga jalan arwah menuju ke Negeri Lewu Liau.
0 Response to "Cerita “BAWI KUWU” Kalimantan Tengah"
Post a Comment
Bagaimana Pendapat Anda?