AAA - Ritual Sangiang Mampendeng Meja Sangiang ini
dilakukan jika manyandah sudah dilakukan dan mendaptkan kepastian tentang
penyebab dan bagaimana pengobatannya, ritual ini dilaksanakan dalam 24 jam yaitu pada siang hari sepenuhnya dilakukan
untuk menyiapkan sesajen dan malam hari
sampai pagi harinya digunakan untuk basangiang (ritual inti)
1.
Menyiapkan Sesajen, Keluarga orang sakit pada pagi
hari sampai sore hari bergotong royong menyediakan berbagai macam sarana dan
prasaran untuk kegitan sangiang yaitu;
2. Menyiapkan Lasang Pusun Pinang, Setelah
semua sesajen masak dan diletakkan dipiring masing-masing maka seseorang yang
bisa dan mampu mengukir pusun pinang membuat ukiran tertentu pada pusun pinang
dengan mengunakan langei (pisau kecil) setelah selesai diukir pusun pinang
dimasukan dalam bahalai (kain), kemudian diatas pusun pinang tersebut ditaruh
tambak yang berisi yang beisikan beras dan hambaruan, lalu pusun pinang
digantung bersamaan dengan sipet dan lampik lamiang yang berisi sipa dan rukun
tarahan.
3. Menyiapkan Pusun Pinang, Pusun
pinang ini adalah pusun pinang yang sudah terurai dan diikat mengantung pada
suatu tempat berdekatan dengan meja sangiang, pusun pinang ini sebagai sangiang
merasuk dengan lasangnya (tukang sangiang) dan juga sebagai tempat untuk
mahalalian. Sebelum digunakan pusun pinang ini disaki palas dengan darah hewan
korban lalu ditampung tawar (dipercikkan tirtha) lalu ditutup dengan kain putih
dan dibuka kemudian saat ritual sangiang berlangsung.
4. Mengatur Meja Sangiang, Setelah
semua sesajen di masukkan kedalam wadahnya maka diatur sedemikian rupa di atas
meja tempat basasurung dan atau juga dibawah meja, setelah semua tersusun rapi
maka, menunggu sore hari untuk memulai kegiataan inti sangiang
5. Basaki Palas
6. Nyaki malas yang sakit
7. Nyaki malas tukang sangiang
8. Nyaki tukang kacapi dan rabab
9. Nyaki malas rangkan panginan
10. Mamenteng Lilis Lamiang
11. Mengikat Lilis/lamiang yang sakit
12. Mengikat Lilis/lamiang tukang sangiang
13. Mengikat Lilis/lamiang tukang kacapi dan rabab
14. Nampara Narijet tuntang Manawur, Pada
prosesi ini tukang sangiang memulai kegiatan dengan menutup kepalanya dengan
kain putih lalu mangaru beras tawur dengan garu manyang (perapian) dengan do’a
dalam bahasa sangiang,
demikian kutipannya;
“Ngaru
manyang ku ikau tuh behas, umba garu nukang bakalindang tingang, santi ngekek
bakalampang tambun, hapan manganan ewau luai lapangau ampit bajayut ewau tatap
lukap kei kajang pantai danum kalunen……….”
Setelah mangaru selesai para pemain kecapi dan
rebab memainkan musik untuk mengiring prosesi manawur, dalam prosesi manawur
ini tukang sangiang manawur dengan mangarunya, ia menceritakan asal-usul beras
dan menjadikannya sebagai Putir bawin tawur sintung uju entan bulau balambung
hanya (tujuh bidadari) yang kemudian mereka berangkat dengan Lasang kilat
panangkaje andau untuk menemui sahur parapah (roh leluhur) yaitu Temangung
Bandar dan Sumbu Kurung atau yang lainnya di dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu
(Khayangan) prosesi selesai tukang sangiang membuka jamban lasangnya untuk
mempersiapkan diri dirasuki oleh roh leluhur lalu mengayun lasang pusun pinang
dan pusun pinang. Beberapa saat kemudian berbagai macam roh reluhur masuk pada
tukang sangiang dan menanyakan apa maksud dan tujuan mereka dipanggil,
salah satu kutipan yang di karunya tukang sangiang;
“Hakarah
jah indang, hakarah jah apang narai auh rimai ketun pantai danum injam tingang
mantehau ikei uluh pantai danum sangiang, are bewei macam panyakit baratus
ganguranan ara sampar saribu sababutan biti mangawi ketuh tuh antang…………”
dalam prosesi manyangiang tidak ada urut-urutan
sahur (roh leluhur) yang akan merasuk pada tukang sangiang, untuk mengetahuinya
orang yang menyelengarakan ritual bertanya langsung pada tukang sangiang.
15. Panturung Hatuen Sangiang, Setelah
beberapa sahur (roh leluhur) merasuki tukang sangiang salah satu sahur yang
dianggap gagah perkasa adalah Hatue Sangiang (laki-laki sangiang), pada prosesi
ini tukang sangiang memilih 7 (tujuh) laki-laki dan 7 (tujuh) perempuan untuk
menemainya dalam mengelilingi meja sesaji dengan rangkaian ketujuh orang
tersebut meminum baram satu gelas-satu gelas setiap orang, minyup rukun
tarahan, lalu mencicipi sedikit-sedikit setiap makanan yang ada paja meja
sesajen lalu mereka melakukan tarian manasai.
16. Prosesi Pegobatan, Untuk
mengambil penyakit tukang sangiang mengunakan media daun sawang, daun sawang
yang digunakan tersebut adalah daun sawang yang baik, tidak berlobang, tidak terlalu
kecil, tidak layu dan tidak rusak, jika hal tersebut berupa parasat (pertanda
tidak baik) maka tukang sangiang mengambil daun sawang lalu mangarunya dengan
perapian kemudian tukang sangiang melihat tubuh orang sakit sambil mengucapkan
mantra dalam bahasa sangiang,
sebagai contoh sebagai berikut;
“Has,
lampang-lampang bitim daha je papa sala, lampamg-lampang bitim daha bahandang
je papa sala tuh aku hauten sangiang handuanan bitim………”
Setelah hal tersebut tukang sangiang meletakkan
daun sawang pada bagian tubuh tertentu dan menarik daun sawang bersama segumpal
darah, darah tersebut kemudian dimasukkan kedalam mulut ayam hidup yang sudah
disediakan lalu tukang sangiang mencuci tanganya pada penyau (kobokan) yang
disediakan. Jikapun penyakit itu jauh dan diletak disuatu tempat misalnya di
Tajahan, Pambak, dibawah rumah atau dimanapun yang sangat jauh tukang sangiang
memerlukan media yang lain yaitu bantu satu orang menaking mandau (laki-laki)
kemudian tukang sangiang berdiri didepan pintu dengan mengunakan daun sawang
mengambil dan seketika pada saat tukang sangiang memegang daun sawangnya maka
akan mendapatkan berbagai macam benda, misalnya; miyak, bungkusan kain, dll
benda-benda tersebut jika sudah didapat maka tukang sangiang bertanya dengan
keluarga/orang yang sakit apakah benda-benda tersebut dikembalikan kepada
pemiliknya atau dibuang. jika dibuang maka tukang sangiang membuat benda
tersebut pada pusun pinang.
Mahalalian, Setelah
roh sahur yang baik merasuk ada kemungkinan roh bhuta kala (roh yang tidak
baik) sebagai penyebab yang sakit akan merasuk pada tukang sangiang, jika hal
tersebut terjadi maka orang yang sakit harus dijauhkan dari tukang sangiang dan
dikunci pada ruangan kamar tertentu yang sudah disiapkan, kemudian keluarga
dari yang sakit berkumonikasi langsung dan meminta berdamai dan tidak saling
menganggu, lalu tukang sangiang dibawa keluar dari rumah sampai sangiang yang
baik merasuk kembali.
Mangkuman Juhu Saruk, setelah roh sangiang yang
baik merasuk kembali dan roh yang jahat sudah dihalalian (dikembalikan ke
asalnya) maka prosesi sangiang dilanjutkan lagi, pada prosesi ini tukang
sangiang yang dirasuki menjelaskan tentang pali-pali (pantangan) yang harus
ditaati oleh orang sakit, misal; tidak boleh melewati jemuran selama tiga hari,
tidak boleh berkunjung kerumah orang yang melaihirkan dan orang yang meninggal
selama tiga bulan, dan seterusnya. namun pada saat itu juga ada disediakan
makanan yang disebut juhu saruk. Orang yang sakit memakan makanan tersebut
sehingga makanan yang ada dapat dimakan tidak menjadi pali lagi.
17. Bapapas, Prosesi yang terakhir, lasang
pusun pinang yang digantung akan diturunkan kemudian kulitnya dibuka secara
hati-hati lalu isinya dibuka dan dibaca apa yang akan terjadi pada orang
beritual dimasa yang akan datang setelah ritual apakah ada pertanda-pertanda
tertentu, lalu pusun pinang dan tampung papas digunakan untuk bapapas,
orang-orang yang sakit menutup diri mereka dengan kain yang berwarna hitam lalu
mengahadap matahari terbit dan dipapas oleh tukang sangiang dengan menguncapkan
mantra dalam bahasa sangiang, kemudian menghadap kearah matahari terbenar dan
dipapas kedua kalinya oleh tukang sangiang seteleh selesai orang-orang sakit
meludahi tampung papas yang digunakan dalam babapas serta menolaknya dengan tangan
kiri mereka.
0 Response to "Ritual Sangiang Mampendeng Meja Sangiang"
Post a Comment
Bagaimana Pendapat Anda?