AAA - Sangiang adalah roh-roh
leluhur (manusia ilahi) selaku utusan Tuhan yang dapat diundang kehadirannya oleh seorang basie/basir (pendeta adat)
dengan menggunakan mantra-mantra dalam bahasa Sangiang/bahasa Sangen (bahasa
Dayak kuno) pada suatu upacara agama Kaharingan yang
dilakukan suku-suku Dayak di Kalimantan.
Dalam agama Hindu Kaharingan kita
mengenal yang namanya sangiang, atau kalau menurut Agama Hindu dikenal dengan
istilah Dewa dan menurut agama lainnya
dikenal dengan Malaikat.
Menurut ajaran agama Hindu Kaharingan
kita mengenal beberapa Dewa atau Malaikat dari Ranying Hatalla Langit yang
bertugas untuk membimbing manusia-manusia di pantai Danum Kalunen (dunia).
Antara lain dari para sangiang itu yang
kita kenal adalah :
·
Janjulung Tatu Riwut
·
Gembala Raja Tanggara
·
Sangkaria Nayru Menteng
·
Raja Tuntung Tahaseng
·
Tamanang Tarai Bulan
·
Raja Sapanipas
·
Raja Mise Andau
Para sangiang di atas mempunyai tugas yang masing-masing diatur oleh Ranyinng Hatalla Lanigt, guna membimbing umat manusia di dunia ini (Batang Danum Injam Tingang) dan termuat dalam kitab suci.
Para sangiang di atas mempunyai tugas yang masing-masing diatur oleh Ranyinng Hatalla Lanigt, guna membimbing umat manusia di dunia ini (Batang Danum Injam Tingang) dan termuat dalam kitab suci.
Sejarah Bahasa Sangiang
Dalam
sejarahnya bahasa Sangiang terdiri dari dua periode atau dua tahap yaitu :
1. Periode pertama
Bahasa Sangiang hanya digunakan pada pantai danum
sangiang di Lewu Telu. Pada saat itu Ranying Hatalla menugaskan malaikatnya
yang diberi nama Raja Uju Hakanduang Kanaruhan Hanya basakati, yang terdiri
dari :
·
Raja Mandurut Untung
·
Raka Angking Penyang
·
Raja Untung Barakat
·
Raja Panimbang Darah
·
Raja Garing Hatungku
·
Raja Tuntung Matan Andau
·
Raja Putir Selung Tamanang
2.
Periode Kedua
Bawi ayah mengajarkan nenek moyang orang Dayak selama 7
(tujuh) tahun lamanya, dan semua upacara dilaksanakan seperti di Lewu batu Nindan semua bisa
dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, generasi bawi Ayah yang melaksanakan
berbagai upacara adalah diwarisi oleh orang-orang perempuan yang disebut
Sapangan Bawin yang artinya orang-orang perempuan yang mewarisi ajaran-ajaran
itu atau dengan sebutan sekarang Basir/pisu (rohaniawan) yang mampu
melaksanakan (memuput) berbagai kegiatan upacara keagamaan Hindu Kaharingan.
Setiap pelaksanaan upacara tersebut semuanya menggunakan
bahasa Sangiang seperti misalnya :
- Upacara korban suci kepada leluhur
(pakanan sahur)
- Upacara perkawinan
- Upacara rukun kematian seperti halnya :
-
mapas,
-
nyalentup,
-
natumbur,
-
nantau, dll yang menggunakan bahasa sangiang.
Eksistensi
bahasa Sangiang merupakan realitas budaya yang merupakan hasil
dari ide kreatif leluhur masyarakat Hindu Kaharingan yang mencerminkan budaya
atau pola kehidupan masyarakat pendukungnya. Samudera makna memang begitu
dalam, apalagi jika dikaitkan dengan budaya, ada banyak makna yang mengandung
nilai – nilai positif dan masih relevan bagi kehidupan manusia di dunia kini.
Maka ajakan untuk menjaga dan melestarikan seni budaya dan bahasa sebagai
warisan leluhur sebuah suku bangsa sebenarnya bukanlah sekedar bukti apresiasi
terhadap leluhur belaka, namun lebih dari itu, nilai tuntunan hidup, etika,
pelestarian lingkungan, keagungan Ranying Hatalla Langit, dan nilai-nilai
positif lain yang berada di balik wacana ritual keagamaan Hindu Kaharingan
tersebut sepatutnya diilhami dan dilestarikan.
Baca juga : Bahasa Sangiang, Bahasa Roh Dayak Kaharingan Kalimantan
Baca juga : Bahasa Sangiang, Bahasa Roh Dayak Kaharingan Kalimantan
0 Response to "Sejarah Bahasa Sangiang dan Eksistensinya"
Post a Comment
Bagaimana Pendapat Anda?